Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dongeng Kisah Lutung Kasarung


Dongeng Lutung Kasarung


Lutung Kasarung merupakan kisah pantun yang terkenal di kalangan masyarakat Sunda, Jawa Barat, Indonesia. Kisah ini mengisahkan perjalanan Sanghyang Guruminda dari Kahyangan ke bumi dalam wujud seekor lutung, yaitu kera hitam berekor panjang.

Ketika sampai di bumi, ia tersesat di tengah hutan. Itulah sebabnya ia dipanggil Lutung Kasarung, yaitu lutung yang tersesat. Di hutan itu, ia bertemu dengan seorang putri bernama Purbasari. Meskipun berwujud seekor lutung, Lutung Kasarung berhasil menikahi Putri Purbasari. Bagaimana usaha Lutung Kasarung untuk menikahi Putri Purbasari? Ikuti kisahnya dalam Kisah Lutung Kasarung berikut ini!

Alkisah, di daerah Jawa Barat, tersebutlah seorang raja yang arif dan bijaksana bernama Prabu Tapa Agung yang bertahta di Kerajaan Pasir Batang. Sang Prabu mempunyai tujuh orang putri yang semuanya cantik jelita. Mereka adalah Purbararang , Purbadewata, Purbaendah, Purbakancana, Purbamanik, dan si bungsu, Purbasari. Dari ketujuh putri sang Prabu, lima di antaranya telah menikah dan menjadi permaisuri di kerajaan lain. Kini, tinggal Purbararang dan Purbasari yang belum menikah. Namun, Putri Purbararang sudah mempunyai tunangan yang gagah dan tampan bernama Raden Indrajaya, putra salah seorang menteri kerajaan.

Dalam beberapa hari terakhir, Prabu Tapa Agung terlihat sering duduk termenung seorang diri di atas singgasananya. Sepertinya ada suatu masalah besar yang membebani pikirannya. Melihat sikap sang Prabu tersebut, sang permaisuri berusaha menghibur dan membujuknya.

«Kanda! Sudah beberapa hari ini Kanda terlihat murung. Apa yang sedang Kanda pikirkan? Barangkali Dinda dapat membantu,» bujuk permasuri dengan suara lembut.

«Begini, Dinda! Kanda sudah semakin tua. Kanda tidak dapat lagi melaksanakan tugas-tugas kerajaan dengan baik. Kanda berniat turun tahta. Tapi, Kanda bingung, Dinda!» kata Prabu Tapa Agung.«Bingung kenapa, Kanda?» desak permaisurinya.
Prabu Tapa Agung pun bercerita kepada permasurinya bahwa dia bingung untuk memilih di antara dua putrinya, apakah Purbararang atau Purbasari, yang akan menggantikan kedudukannya. Menurut hukum adat yang berlaku di kerajaan tersebut, yang pantas untuk menggantikannya adalah Putri Purbararang, sebab dia putri tertua.

Namun, sang Prabu merasa bahwa putri sulungnya itu belum pantas menjadi seorang ratu, karena sifatnya yang sombong, angkuh, dan licik. Putri Purbararang juga sering memutuskan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya terlebih dahulu, sehingga sering menimbulkan kekacauan. Sang Prabu lebih senang jika putri bungsunya, Purbasari, yang menggantikan kedudukannya, karena dia seorang putri yang baik hati, arif, dan bijaksana. Dengan pertimbangan tersebut, maka sang Prabu dan permaisurinya memutuskan untuk memilih Purbasari menjadi Ratu.

Mendengar kabar tersebut, Putri Purbararang pun menolaknya. Ia sangat menyesal atas keputusan ayahandanya, karena merasa dialah yang lebih berhak untuk menjadi ratu. Kabar buruk itu kemudian ia sampaikan kepada tunangannya, Raden Indrajaya.

«Kanda! Ayahandaku telah pilih kasih. Ia lebih memilih Purbasari untuk menjadi ratu, padahal Dinda adalah putri tertua,» lapor Putri Purbararang .

Mendengar kabar tersebut, tunangan Putri Purbararang langsung naik pitam.

«Wah, ini tidak boleh dibiarkan, Dinda? Dindalah yang semestinya menjadi ratu!» seru Raden Indrajaya.

«Apa yang harus kita lakukan, Kanda?» tanya Putri Purbararang.

Hewan-hewan tersebut sangat baik kepadanya. Mereka sering membantu sang Putri untuk mencari buah-buahan di hutan.
Pada suatu hari, ketika sang Putri sedang bersenda gurau bersama hewan-hewan di sekitar pondoknya, tiba-tiba ada sepasang mata yang sedang memerhatikannya tanpa disadarinya. Rupanya, dia adalah seekor lutung . Beberapa saat kemudian, lutung itu menghampirinya. Alangkah terkejutnya sang Putri ketika melihat lutung yang berwajah seram itu tiba-tiba berdiri di depannya.

«Ampun, Lutung! Tolong jangan ganggu aku!» teriak Putri Purbasari dengan ketakutan.
«Jangan takut, Tuan Putri! Aku tidak akan mengganggumu,» jawab Lutung itu.

Putri Purbasari pun tersentak kaget, karena lutung itu dapat berbicara seperti manusia.
«Hai, kamu siapa dan dari mana asalmu?» tanya Putri Purbasari.

«Aku Guruminda, putra Sunan Ambu dari Kahyangan. Aku telah melakukan kesalahan, sehingga dibuang ke bumi dengan bentuk seperti ini, dan kesasar di tengah hutan ini,» jelas si Lutung.

Mendengar jawaban itu, hati sang Putri pun menjadi tenang. Tanpa banyak tanya, ia tersenyum seraya memperkenalkan diri dan menceritakan asal-usulnya. Karena merasa senasib, yaitu sama-sama terbuang di hutan itu, akhirnya mereka pun berteman. Sejak itu, Purbasari memanggil si lutung dengan panggilan Lutung Kasarung, yang artinya Lutung yang kesasar. Kemana pun sang Putri pergi, Lutung Kasarung selalu menyertainya. Bahkan, ia sering memetik buah-buahan untuk sang Putri.

Pada saat malam bulan purnama, secara diam-diam Lutung Kasarung pergi ke suatu tempat yang sangat sepi untuk bersemedi. Dalam semedinya ia memohon kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar menyembuhkan penyakit Putri Purbasari. Beberapa saat kemudian, doa Lutung Kasarung pun dikabulkan. Tanah di sekitarnya tiba-tiba menjelma menjadi sebuah telaga kecil.

Airnya sangat jernih, sejuk, harum, dan mengandung obat kulit yang sangat mujarab. Begitu matahari pagi memancarkan sinarnya di ufuk timur, ia segera menemui Putri Purbasari dan memintanya untuk mandi di telaga itu.

«Hai, Tung!» demikian Putri Purbasari memanggil Lutung Kasarung.

«Untuk apa kamu membawaku kemari?» tanyanya.

«Bercebur dan mandilah di telaga ini, Tuan Putri! Niscaya penyakit Tuan Putri akan sembuh, karena air telaga ini mengandung obat kulit yang sangat mujarab,» ujar Lutung Kasarung.

Tanpa ragu, Putri Purbasari langsung menceburkan diri ke dalam telaga itu. Sungguh ajaib sekali. Tak lama setelah berendam di telaga itu, seluruh bintik-bintik hitam di kulitnya langsung hilang tanpa meninggalkan bekas sedikit pun. Kulitnya kembali bersih, halus dan menjadi cantik seperti semula. Ia sangat heran bercampur gembira mengalami peristiwa ajaib itu.

«Terima kasih, Tung! Engkau telah menyembuhkan penyakitku,» ucap Putri Purbasari dengan perasaan gembira.
Sejak itu, Putri Purbasari semakin senang dan sayang kepada si Lutung Kasarung. Ia pun semakin betah tinggal bersamanya di hutan itu dan hewan-hewan lainnya. Hatinya sudah menyatu dengan kehidupan alam bebas, dan melupakan kehidupan istana yang sering membelenggunya, apalagi dengan keberadaan kakak sulungnya, Purbararang.

Tak berapa lama kemudian, kedua putri Prabu Tapa Agung tersebut memasuki arena lomba. Perlombaan pertama adalah lomba memasak. Yang dinilai dalam lomba ini adalah masakan siapa yang paling cepat disajikan dan lezat rasanya, maka dialah pemenangnya.

Ketika semua bahan-bahan dan perlengkapan memasak telah disiapkan, wasit pun memukul gong sebagai tanda perlombaan dimulai. Putri Purbararang pun segera meracik bumbu-bumbu yang telah disediakan dengan lincahnya. Ia dibantu oleh puluhan pelayan istana, sedangkan Putri Purbasari hanya ditemani oleh Lutung Kasarung. Dalam waktu tidak beberapa lama, Putri Purbararang hampir menyelesaikan masakannya. Putri Purbasari pun mulai panik. Melihat hal itu, Lutung Kasarung segera mengeluarkan kesaktiannya.

Ia segera memanggil para bidadari di kayangan agar turun ke bumi untuk membantu Purbasari tanpa diketahui oleh seorang pun. Berkat bantuan para bidadari tersebut, Putri Purbasari mampu menyelesaikan masakannya terlebih dulu dan rasanya pun lebih lezat. Ia pun dinyatakan sebagai pemenang dalam lomba memasak tersebut.
Memasuki perlombaan kedua, yaitu lomba adu panjang rambut, Putri Purbararang merasa tidak mau kalah lagi oleh adiknya.

Dengan penuh percaya diri, ia segera melepas sanggulnya. Rambutnya yang hitam dan lebat pun terurai hingga ke pertengahan betisnya.

«Ayo, Purbasari! Lepaslah sanggulmu! Kali ini kamu tidak akan mampu mengalahkanku,» seru Putri Purbararang dengan angkuhnya.

Mendengar seruan itu, Putri Purbasari hanya terdiam sambil menunduk. Dia merasa kurang percaya diri, karena rambutnya hanya sebatas punggungnya.

«Kenapa diam saja, wahai Tuan Putri?» tanya Lutung Kasarung yang berdiri di dekatnya dengan nada pelan.

«Tung! Kali ini aku pasti kalah, rambutku lebih pendek. Hanya sampai di punggungku,» bisik Purbasari.

«Tenang, Tuan Putri! Aku akan memanggil bidadari untuk menyambung rambutmu,» kata Lutung Kasarung.

Sesaat setelah Lutung Kasarung bersemedi, datanglah para bidadari menyambung rambut Purbasari tanpa sepengetahuan Purbararang dan para penonton. Ketika Purbasari melepas sanggulnya, maka terurailah rambutnya yang hitam berkilau, halus bagaikan sutra, serta bergelombang hingga ke tumitnya. Melihat hal itu, Purbararang pun menjadi malu dan merasa terpukul, karena kembali dikalahkan oleh adiknya.

Namun, ia tidak kehabisan akal. Ia kembali membujuk ayahandanya agar diadakan satu perlombaan lagi, yaitu lomba ketampanan calon suami atau tunangan masing-masing.

«Jika Purbasari masih mampu mengalahkanku dalam perlombaan ini, maka aku akan menerima kekalahan ini dan bersedia untuk dipancung,» kata Purbararang di hadapan para hadirin.

Mulanya, Prabu Tapa Agung ragu untuk memenuhi keinginan Purbararang, karena Purbasari belum mempunyai tunangan. Jika pun pada saat itu ia ditunangkan dengan siapa pun di negeri itu, tetap tidak seorang pun yang melebihi ketampanan Indrajaya. Meski demikian, Purbasari tetap bersedia mengikuti lomba tersebut dan sang Prabu pun menyetujuinya.
Perlombaan pun dimulai.